Aspek-aspek penghambat proyek konstruksi

Keterlambatan proyek adalah sesuatu yang (mungkin) kerap kali terjadi pada suatu proyek. Keterlambatan ini sangat erat kaitannya dengan penjadwalan dan tatakelola proyek (manajemen proyek). Kegiatan penjadwalan dan tatakelola proyek biasanya dilakukan sedari awal, bahkan sebelum proyek mulai dilaksanakan. Akan tetapi, ada aspek-aspek diluar kendali para insinyur maupun para pihak yang terlibat dalam proyek, kemudian menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan. Aspek-aspek yang menghambat tersebut dapat berbagai macam bentuknya, dipengaruhi oleh faktor internal pada perusahaan hingga faktor eksternal dari perusahaan.
Faktor-faktor tersebut akan coba diurai dalam beberapa poin berikut:
Cuaca
Semakin tingginya pemanasan global dan isu perubahan iklim, telah menyebabkan adanya perubahan dan pergeseran pada pola pelaksanaan aktifitas-aktifitas manusia, salah satunya juga berdampak pada sektor konstruksi sipil. Kondisi cuaca yang berubah-ubah seperti ini menyebabkan riskan terjadinya perubahan dalam pelaksanaan konstruksi sipil. Aspek-aspek yang telah didisuksikan, direncanakan, hingga disepakati sewaktu preconstruction meeting (pcm)-pun dapat berubah seiring berjalannya waktu, terutamanya pada saat proses pelaksanaan. Dari beberapa proyek yang penulis pernah terlibat dalam pelaksanaannya, aspek yang paling sering menghambat adalah ketika menghadapi kondisi hujan.
Seperti Indonesia, dengan letak geografis berada di sepanjang garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki dua musim, kemarau dan penghujan. Dengan dua musim yang ada di Indonesia tersebut, juga menyebabkan Indonesia dapat diandalkan dalam usaha agro dan kemaritiman-nya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Kembali pada pelaksanaan proyek infrastruktur. Kendala yang biasanya muncul adalah ketika pelaksanaan proyek infrastruktur memasuki musim penghujan. Banyak kegiatan sangat erat kaitannya dengan cuaca kemarau/panas, seperti pengecoran, pemasangan batu-bata, pembesian, dan lain sebagianya. Aktifitas-aktifitas seperti ini, biasanya sangat memerlukan kondisi lingkungan kerja yang kering. Ketika hujan melanda, disinilah mulai terjadi stagnansi. Seringkali terjadi kepanikan dan kebingungan dalam proses pelaksanaan proyek di lapangan. Tenaga kerja dan para tukang jika tanpa disertai cara pengelolaan yang tepat dan pengambilan keputusan yang tepat, akan menyebabkan tidak adanya kegiatan sama sekali. Tanpa adanya kegiatan di proyek, hal ini dapat memengaruhi kurva penyelesaian proyek, dan akan berakibat pula pada keterlambatan selesainya proyek. Disatu sisi, jadwal selesai proyek adalah aspek yang sangat penting terlebih dari sisi owner. Untuk itu, perlu diperhatikan bersama bagaimana cara mengatasi proyek yang tengah mengalami kendala perubahan cuaca.
Untuk itu, biasanya setiap kepala tukang akan mencari jalan keluar, tapi sepengalaman saya, para kepala tukang juga lebih memilih untuk mengistirahatkan para tenaga kerjanya dibanding memaksakan untuk bekerja dibawah serangan hujan. Pertimbangannya adalah pada produktifitas, percuma memaksakan akan tetapi hasilnya kurang maksimal. Solusinya, dapat mengganti kegiatan outdoor dengan kegiatan indoor, yang tidak bersentuhan secara langsung dengan hujan, atau cuaca di area kerja. Kemudian, apabila mengambil keputusan untuk menunda suatu pekerjaan, artinya setidaknya ada dua opsi pilihan yang harus diputuskan nantinya, menambah hari pelaksanaan dan memilih pelaksanaan kegiatan secara over-time.
Cashflow
Cashflow adalah aspek selanjutnya yang memiliki pengaruh sangat besar dalam keberlangsungan proyek. Alur kas yang baik tentu akan linear dengan pengaruh positif pada pelaksanaan proyek. Kontradiktif dengan hal tersebut, alur kas yang tidak baik tentu juga akan menyebabkan pelaksanaan proyek konstruksi akan menjadi terhambat. Berdasarkan fakta yang saya himpun, sektor pertumbuhan konstruksi sipil mengalmai ketercapaian angka di 47.03% apabila dibandingkan dengan setahun sebelumnya seperti terlihat pada gambar dibawah.

Hal ini membuktikan, bahwasannya diperlukan tatakelola yang lebih baik dalam proses pengelolaan keuangan proyek, berikut juga disertai dengan distribusi yang terukur. Lebih baik lagi, apabila dapat dilakukan efisiensi.
Untuk bisa melakukan efisiensi, maka diperlukan identifikasi item-tiem yang menghabiskan anggaran cukup besar pada suatu proyek. Proses identifikasi dari item-item proyek tersebut dapat dilakukan dalam tahap penguraian item pekerjaan. Semakin banyak perbendaharaan dalam memilih item-item tersebut, semakin tinggi juga nilai efisiensi dan penstabilan alur kas.
Guna efisiensi dan menjaga alur cashflow yang baik, masing-masing perusahaan biasanya memiliki teknik pengelolaannya secara sendiri-sendiri. Namun yang ingin saya garisbawahi disini adalah item-item pada proyek konstruksi sipil yang dapat diperhatikan dalam pengeluaran kas-nya. Item pekerjaan yang paling banyak mengeluarkan biaya terutama pada konstruksi struktur sipil adalah pada volume beton dan besi. Item-item ini sebelumnya pernah penulis bahas juga pada segmen lainnya, dapat dibaca pada link berikut yang berjudul: material limbah pada proyek konstruksi.
Pengaturan dan efisiensi kas dalam pengadaan material-material konstruksi-pun juga memiliki banyak pola, dan biasanya menggunakan sistem kesepakatan bersama dengan masing-masing vendor. Ada yang menggunakan sistem berdasar pada proses, berdasar ketercapaian, lumpsump dan lain sebagainya.
Motivasi atau kepengurusan
Hampir sebesar 36.32% motivasi atau keinginan para karyawan terdegredasi oleh faktor-faktor seperti lingkungan kerja, promosi, dsb. Data tersebut menunjukkan bahwasannya pengaruh dari motivasi para pekerja sangat penting adanya. Ada begitu banyak studi kasus yang bisa kita jadikan sebagai acuan. Ketika saya mencoba menyelesaikan suatu proyek di industri pabrik misalkan, dan saat itu juga tengah memasuki masa pandemi covid-19. Regulasi dari pemerintah Indonesia dan pihak manajemen perusahaan meminta setiap tenaga kerja yang bekerja untuk mengikuti protocol covid, pun begitu dengan rekan-rekan yang bekerja dalam bidang konstruksi sipilnya. Pada prosesnya, pengimplementasian dari protokol kesehatan ini menyebabkan menurunnya motivasi dari para pekerja. Bisa dibayangkan, sebelum mulai bekerja, para tenaga kerja diharuskan melakukan kegiatan pemeriksaan satu-per satu dalam swab test. Dan proses ini menghabiskan setidaknya 5 menit, sementara itu total keseluruhan pekerja ada di angka ratusan. Ada begitu banyak waktu terbuang, belum lagi kegiatan peninjauan perizinan dan sebagainya. Sehingga, dapat dikatakan waktu efektif dari para pekerja untuk bekerja telah banyak terbuang, akibatnya proyek-proyek menjadi melambat dalam penyelesainnya dibandingkan dengan perencanaan awal dengan skema waktu yang telah direncanakan.
Apabila kita ingin menghitung waktu yang dibutuhkan secara satu tahun penuh oleh karyawan yang bekerja, dapat dimulai dengna memperhitungkan waktu efektif yang mereka habiskan selama satu tahun penuh. Perhitungan ini hanya sebagai perhitungan sederhana sebagai acuan dalam merencanakan seluruh pekerjaan yang akan dilakukan.

Dari gambar diatas, diasumsikan pekerja bekerja selama 8 jam selama sehari, dengan hari kerja (weekdays) menghabiskan 5 (lima) hari dalam seminggu. Kemudian 52 adalah jumlah minggu dalam setahun. Sehingga jika diasumkan jumlah tenaga kerja sebanyak 6 orang, maka akan menghabiskan sebanyak 12.480 jam dalam satu putaran waktu kerja.
Keterlambatan proyek memang sudah sangat lazim terjadi dan juga telah dimaklumi oleh para insinyur-insinyur yang terlibat dalam suatu proyek. Sudah banyak langkah-langkah dan metode yang dicoba untuk menghindari terjadinya keterlambatan proyek. Dari pengalaman saya pribadi, kesemuanya kembali pada tiga poin yang disampaikan diatas, namun tidak menutup kemungkinan adanya aspek lain yang juga memberikan pengaruh. Terlebih, dengan perubahan zaman dan teknologi, beberapa faktor penghambat keterselesaian proyek seperti diatas-pun dapat diatasi dengan baik.