RKUHP bukan tentang typo belaka

Gama Syahid
9 min readJul 28, 2022

Catatan diskusi dalam acara Bro-n’-Sis (Ngobrol bareng Aktivis) BEM-UB, 23 Juli 2022

Kurang lebih satu minggu yang lalu, saya melakukan diskusi bersama dengan rekan-rekan aktivis mahasiswa Universitas Bakrie mengenai isu yang santer terdengar beberapa waktu belakangan ini. Beberapa media massa juga telah banyak melakukan publikasi yang melibatkan aktivis, lembaga, pemerhati hukum, akademisi hingga pihak pemerintah.

Berikut adalah beberapa poin penting yang saya sampaikan selama diskusi yang berlangsung kurang lebih satu jam. Untuk mempermudah Anda memahami jurnal yang saya sampaikan, Berikut saya berikan beberapa catatan definisi atau istilah yang digunakan.

RKUHP (Id) = Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana

KUHP (Id) = Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Pancasila (Id) = fasalah atau ideologi dasar yang digunakan negara Indonesia. Terdiri dari 5 dasar: 1). Ketuhanan yang maha esa; 2). Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3). Persatuan Indonesia; 4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal Krusial RKUHP:

Berikut adalah catatan selama diskusi

Berbicara mengenai RKHUP, sebelum kita melihat jauh ke isinya, bagaimana tanggapan bang Gama terhadap RKHUP itu sendiri?

a) Setuju mengenai pembaharuan KUHP, tapi tidak terhadap kesemena-menaan pemerintah dan/atau aparatur pemerintah dalam bertindak, berikut menindak masyarakat.

b) RKUHP ini pertama kali diinisiasikan setahun berikutnya setelah tahun 1963. Di tahun tersebut digelar Seminar Hukum Nasional I di Semarang. Substansi RKUHP yang ada saat ini-pun Sebagian besar masih mengacu hasil seminar tersebut, namun memang diberikan perluasan delik-delik (tindak pidanna), seperti kejahatan keamanan negara (kejahatan ideologi); delik ekonomi; hukum adat (living law); delik kesusilaan. Kemudian, ditambahkan juga dengan delik korupsi; penyebaran kebencian terhadap pemerintah; penghinaan kepala negara (presiden); contemp of court; kualifikasi delik penghinaan; dan beberapa delik yang selama ini tersebar di luar KUHP.

Sampai sekarang RKHUP itu sudah menjadi rancangan final, menurut saudara apakah itu bisa atau sudah layak di sahkan atau belum?

a) Belum, jika kita melihat secara logika sederhana dari proses sosialisasi. Seharusnya menurut saya, setidaknya setengah dari jumlah provinsi plus satu, merasakan proses sosialisasi dari RKUHP ini. Dan menurut saya pemerintah dapat memanfaatkan resources yang ada, mulai dari aktivis, praktisi hingga akademisi di seluruh provinsi untuk bekerjasama.

b) Belum memenuhi juga dari 3 (tiga) asas penyerapan aspirasi bermakna dalam pembuatan undang-undang. Right to be heared (sudah terpenuhi), right to be considered atau hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (sudah terlaksana, tapi kurang), dan terakhir right to be explained (sangat kurang). Dari segi kuantitas, menurut saya sudah memenuhi. Tapi dari segi kualitas, masih perlu dipertanyakan. Kejelasan informasi dan respon yang diberikan pemerintah terhadap gejolak yang terjadi perihal RKUHP ini mungkin dapat dikatakan masih belum cukup baik.

Draf final Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP tetap mengatur pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Ketentuan tersebut diatur dalam dalam Pasal 351 yang bunyinya “Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,”

Berdasarkan hasil riset departemen Kaji, Aksi, Strategi, BEM-UB. Pasal ini merupakan salah satu pasal paling kontroversial. Karena banyak yang menggalakkan tagar #semuapastikena dan lain-lain. Dari sudut pandang bang Gama sendiri apa sih sebenernya urgensi dari pasal itu bang, dan haruskah pasal itu ada?

Presiden itu dikritik boleh begitupun dengan pemerintahan, sangat benar. Dan sudah jelas, terlebih kita menganut pemerintahan yang demokratis. Tapi, menurut saya, sikap atau perilaku anarkis yang jangan. Dan menurut saya tidak ada yanag salah ketika rakyat mengkritisi pemerintah dalam berbagai hal, termasuk juga kepala negara. Tapi ketika ada tindakan yang bersifat anarkis, ini yang menurut saya perlu di tindak lanjut. Karena seyogyanya pemerintah, memang juga harus menerima kritisi dari masyarakat

Atau begini, saya coba sampaikan secara komprehensif dan terstruktur ya. Menghina sudah jelas melanggar norma agama, norma bersosial, norma bertoleransi, dan norma sebagai wara negara Indonesia sendiri, karena sudah melanggar ideologi Pancasila, yaitu sila-1, ketuhanan yang maha esa.

Lebih lanjut, saya justru mengkhawatirkan hadirnya pasal ini sebagai bentuk responsive cepat pemerintah dalam menyikapi issu yang sempat meledak dengan cepat beberapa waktu yang lalu, sewaktu presiden sempat di cap dengan tidak baik oleh media. Nah, menurut saya, jangan sampai sesuatu yang terburu-buru seperti ini dijadikan latar belakang dan alasan dari hadirnya pasal ini. Maka dari itu, diperlukan penyampaian yang jelas dari pemerintah mengenai data-data serta aspek apa saja yang melatar belakangi pemerintah, akademisi serta para anggota parlemen dalam mengeluarkan pasal ini.

Kemudian apabila kita berlanjut kepada pertanyaan bahwa haruskah pasal ini ada? Menurut saya bisa iya, bisa tidak. Kembali lagi kepada data-data yang melatarbelakangi hadirnya rumusan pasal ini di RKUHP yang akan disahkan. Apablia pemerintah dapat memberikan data yang komprehensif sebagai bahan pertimbangannya untuk mengeluarkan pasal ini, saya yakini masyarakat pasti dapat menerima, tapi apabila data yang dimiliki tidak relevan, terlebih tidak ada. Maka dapat diartikan, bahwa RKUHP ini hadir secara asal dan hanya berusaha memenuhi persyaratan administrasi dalam prosesnya menuju pengesahan.

Pasal-pasal lain yang memang harus ada dan pasal yang seharusnya gak ada di RKHUP kira-kira ada gak bang?

Berdasarkan hasil penelusuran saya, ada beberapa pasal yang mungkin seharusnya juga bisa menjadi pertimbangan lanjutan bagi pemerintah. Dan beberapa diantaranya juga sudah masuk kedalam draf RKUHP, dan kini memang sempat juga mendapakan kritik dari publik, seperti: pasal 2 RKUHP yang mengatur hukum yang hidup di masyarakat, Pasal 8 ayat (4) RKUHP tentang pengecualian pemberlakukan pidana mati bagi warga negara Indonesia di negara Abolisionis. Kemudian Pasal 14 ayat (3) tentang permufakatan jahat yang diancam pidana mati; Pasal 20 tentang pidana denda kategori I bagi pelaku percobaan tindak pidana. Namun, sayangnya Right to be explained itu yang belum diberikan secara terbuka dari pemerintah dan stakeholder yang terlibat. Untuk dapat mengakses draft-nya pun cukup sulit, sampai saat saya bergabung dengan rekan-rekan aktivis disini, saya sudah mencoba akses laman resmi DPR serta Kemenkumham. Tapi sejauh ini, belum ada dipublikasikan kepada masyarakat. Saya kira, jauh berbeda hasilnya apabila aparatur negara/pemerintah memberikan penjelasan disertai dengan data. Saya yakin, pasti akan dapat diterima oleh masyarakat apabila disertai dengan data-data serta latar belakang yang jelas. Sejauh ini, para aktivis sudah melakukan control dengan meminta audiensi perihal 14 pasal krusial. Maka, karena pemerintah juga ingin mengesahkan di bulan Agustus, ditambah lagi disampaikan kepada publik bahwa RKUHP Berikut 14 pasal krusial juga sudah dilakukan penjabaran dan koreksi ulang, sudah saatnya pemerintah memberikan bukti hasil kerja tesebut dengan terbuka, sampaikan data-data, bahan-bahan pertimbangan, bila perlu foto-foto, hingga akademisi yang terlibat dalam proofreading, disampaikan saja. Sehingga, ini disamping terselesaikannya problematika, juga menambah wawasan masyarakat tentang bagaimana suatu undang-undang ini dibalik layar. Syukur-syukur ini memang sesuai dan sejalan dengan keadilan yang kita cita-citakan bersama. Karena semua aktivis seperti saya dan yang lainnya, sama-sama ingin menegakkan asas falsafah ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan semoga itu juga tetap ada dalam nurani para wakil rakyat kita di parlemen.

Kan biasanya sebuah regulasi dibuat untuk kesejahteraan, kebaikan, dan memihak rakyat bang. RKHUP ini memihak rakyat gak si bang?

Kalau ditanya keberpihakannya pada masyarakat, jelas, RKUHP ini dibuat sampai disahkan agar berpihak kepada masyarakat atau warga negara Indonesia. Akan tetapi, yang menjadi problematika adalah sense of equality, sense of justice, dan tercapainya-kah sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia apakah bisa tercapai atau tidak?

Ini yang seharusnya menjadi tolak ukur oleh pemerintah. Dan, sejauh ini menurut saya belum terpenuhi. Karena pemerintah masih sibuk merapikan dokumen, merapikan typo, sementara data-data, mohon maaf sebelumnya.. dapat saya sampaikan hanya cuap-cuap belaka. Pernyataan pemerintah seperti “..ini sudah melalui diskusi Panjang, ..ini sudah melalui proses diskusi dengan tim ahli, akademisi…” dan sebagainya.

Kalaupun memang benar ada, berikan buktinya. Itu yang sangat saya dan pasti kita semua masyarakat nantikan selalu. Kalau belum, ya menurut saya berarti dihilangkan saja ke-14 pasal tersebut. Karena tanpa data atau latar belakang yang jelas, bisa saya simpulkan pemerintah melahirkan pasal lebih dikarenakan sifat agresifitas dan (mungkin) kejar deadline untuk mengesahkan.

Namun lebih jauh, yang saya harapkan sebetulnya Pemerintah juga memperhatikan fenomena-fenomena yang akan terjadi di depan. Tantangan-tantangan yang ada di depan. Jadi jangan hanya jargon inovatif, atau tagline kerja-kerja-kerja saja. Tapi kita mengharapkan, otak juga main untuk mengidentifikasi kontradiksi yang mungkin akan terjadi di depan. Sehingga sekalinya hukum ini ditetapkan, beberapa kontradiksi yang ada masa depan juga dapat di mitigasi.

Closing statement

Tentu, sejumlah permasalahan rumusan pasal tersebut seyogyanya segera diatasi. Karena RKUHP ini juga masuk sebagai salah satu RUU Prolegnas Prioritas 2018. Solusinya, mungkin pemerintah harus lebih proaktif dalam mensosialisasikan hasil pembahasan terutama pasal-pasal yang masih menjadi polemik di masyarakat. Sederhana sebetulnya, Panja DPR dan tim pemerintah sudah barang pasti memiliki resources yang besar untuk melakukan sosialisasi. Sebagai contoh, di massifkan saja seminar hukum nasional. Benar adanya sudah dilaksanakan di beberapa daerah seperti yang saya jelaskan juga tadi. Kalau bisa, yuk kita lakukan setidaknya setengah dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia saja, kan begitu?

Karena kalau hanya 12 daerah, menurut saya kurang. Sedangkan implifikasi dari RKUHP ini hingga seluruh pelosok negeri. Kemudian, apa yang dilakukan oleh BEM-UB khususnya Departemen Kastrat serta BEM-UB secara umum sudah sangat benar, dan saya sangat mengapresiasi kegiatan diskusi seperti ini. Aktivis-aktivis muda seperti kita ini ya memang juga harus proaktif menyuarakan, mensosialisasikan dan meningkatkan sense of control terhadap langkah-langkah yang dilakukan pemerintah. Kalau bisa, melalui kesempatan ini saya juga turut mengundang, para aktivis, pemerhati, budayawan, sampai pemerintah, mari kita duduk Bersama, mensosialisasikan dalam konsep yang lebih akademis, terstruktur, dan open discussion serta open-minded tentunya dalam berdiskusi perihal RKUHP ini.

Kemudian dalam RKUHP, ada Pasal 729 yang menjelaskan tentang aturan peralihan. Isi pasal ini berbunyi “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan Bab tentang Tindak Pidana Khusus dalam Undang-Undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam Undang-Undang masing-masing.” Disini, saya sebetulnya gatal, respon dari Lembaga-lembaga turunan ini seperti belum ada riak untuk bekerja. Seperti tidak ada responsifitas dari langkah pemerintah khususnya kemenkumham dan DPR RI. Nah, ini dalam Point of View saya, menunjukkan tidak adanya sinergitas dalam bekerja di kabinet kerja pemerintah saat ini. Sederhananya begini, saya coba analogikan bagaimana Departemen Kastrat BEM-UB merencanakan kegiatan Bro ‘n Sis ini. Karena akan dilaksanakan, Departemen Kastrat bersama BPI tentu melibatkan departemen lain juga kan ya? Dan departemen tersebut pasti memberikan respon, benar? Iya bang.

Nah. Dari sini saja dapat kita simpulkan, pemerintah ingin mengesahkan regulasi tentang let say.. diantara 14 pasal krusial yang kemarin, penistaan agama. MUI merespon tidak? Kemenag dimana? Kemudian pasal mengenai alat pencegah kehamiilan, Kemenkes dimana? Unggas yang masuk kebun yang ditaburi benih? Kalau Kementerian ATR punya respons sendiri juga ‘kan bagus. Jadi, setidaknya dari 14 pasal krusial yang kita sudah gaungkan dengan aktivis, bem, ormawa, sampai lembaga-lembaga independen diluar, para Lembaga eksekutor memberikan respon juga sangat bagus. Karena kita bisa melihat perspective yang lebih luas, dari sisi legislative iya, eksekutif juga menunjukkan sinergitas, jadi nyampek juga ke masyarakat kita.

Perihal 14 pasal krusial yang banyak diminta oleh publik untuk di kaji ulang. Dan mengingat RKUHP ini sudah memasuki draft final, kita menunggu bagaimana Pemerintah berikan reason disertai data yang melatarbelakangi 14 pasal krusial tersebut. Terlebih yang paling sering disuarakan yaitu Pasal 351 yang menyatakan “Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” sampai dengan keluarnya hastag #semuapastikena. Ini kalau saya boleh mengambil sejarah di Romawi kuno, kita akan menumkan dua istilah latin yang mirip dan saling bertolak belakang. Malum in se dan malum prohibitum. Malum prohibitum adalah segala perbuatan tindak tanduk individu atau sosial yang diatur secara jelas dan tertulis. Sedangkan malum in se adalah perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan iblis, atau kategori perbuatan yang tidak perlu diatur dalam perundang-undangan sudah jelas salahnya dimata masyarakat. Menurut saya, menghina, siapapun itu sudah masuk dalam kategori malum in se, dan sudah melanggar ideologi sebagai warga negara Indonesia sendiri. Sebagai pribadi yang berketuhanan.

Terakhir, melihat Indeks Demokrasi Indonesia terus menurun dan terbaru berada di angka 59 di tahun 2021 (berdasarkan data yang saya himpun dari Freedom House). Ditambahkan dengan issue pengesahan RKUHP kemudian president threshold 20%, jangan sampai ini terus mendegradasi tingkat demokratisasi di Indonesia. Langkah strategis perlu dilakukan pemerintah. Dapat nanti kiranya di diskusikan lebih lanjut mengenai tema tersebut, sekian.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Gama Syahid
Gama Syahid

Written by Gama Syahid

Stay inquisitive. — Discovering universe through reading, thinking, expertising engineering, and writing.

No responses yet

Write a response