Politik Perubahan dan Perbaikan 3: Kepemimpinan yang Menerangi — Bintang Muda Indonesia
Kepemimpinan adalah aspek yang takkan bisa dipisahkan dari roda politik dan pemerintahan. Dengan kepemimpinan yang baik, proses perwujudan dari visi dan cita-cita dapat terwujud dengan baik. Begitupun sebaliknya, tanpa peran kepemimpinan yang baik, akan menyebabkan sulitnya pencapaian visi dan misi yang telah disepakati bersama. Kepemimpinan banyak ragam dan contoh serta implementasinya. Pola, jenis, hingga bentuk dari penerapan kepemimpinan-pun juga di pengaruhi oleh waktu dan kondisi serta lingkungan yang dipimpin. Menuju pemilu 2024, masyarakat Indonesia mendapatkan kesempatan untuk menilai para calon wakil/pemimpinnya yang nantinya mengemban amanah sebagai barisan terdepan dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara menuju kedaulatan.
Di era ini, penting rasanya bagi para politis hingga masyrakat umum untuk mencontoh kembali bagaimana para pendahulu melakukan perjuangan, baik dalam konteks kemerdekaan ataupun pembangunan nasional. Semangat melakukan perbaikan dan perubahan yang dibawa oleh para pahlawan nasional diwaktu terdahulu, adalah contoh bagaimana memimpin diri sendiri, memimpin Indonesia, dan membawa perubahan pada masyarakat luas.
Masyrakat perlu dihidupkan kembali sebagai basis dari pergerakan nasional dan amanat pembangunan. Terlebih dengan arus globalisasi dan juga sifat konsumtif yang banyak dilabelkan pada masyarakat Indonesia sekarang ini, menunjukkan pentingnya para pemegang kebijakan memberikan arah langkah yang baik. Langkah-langkah konkrit seperti turut serta mencerdaskan masyarakat untuk peka terhadap situasi politik dan pemerintahan Indonesia adalah bentuk sederhananya. Namun, diperlukan sikap bahu-membahu dan waktu yang tidak sekejap agar bangsa Indonesia dapat merasakan adanya warna dan pergeseran pergerakan dalam dinamika sosial masyarakat. Untuk itu, kepemimpinan yang memiliki karakter menerangi pada figur politisi dan juga figur pemimpin negeri, baik sekarang ataupun nanti, tentunya akan menghidupkan nyawa dari cita-cita luhur para pendiri bangsa secara khusus, dan bangsa Indonesia secara luas.
Kepemimpinan menerangi yang didambakan oleh masyarakat luas dalam pandangan saya sangatlah sederhana, yaitu bagaimana aspirasi dari masyarakat terakomodir dan memberikan alternatif solusi atas aspirasi (atau mungkin dalam hal ini permasalahan) yang tengah mereka hadapi. Mengenai mekanisme pengakomodiran aspirasi masyarakat, tentunya ada begitu banyak opsi yang dapat dilakukan, salah satunya juga pernah penulis sampaikan dalam gagasan bertajuk Dibawah Bendera Reformasi (https://gamasyahid.medium.com/dibawah-bendera-reformasi-d186bfd45bfc). Namun pada dasarnya, apa yang menjadi target pencapaian adalah bagaimana para pejabat dan pemimpin memberikan 100% effortnya dalam menampung aspirasi rakyat. Jika kita ingin mengilas balik, ketika periode pemerintahan SBY (di tahun 2004–2014), disediakan nomor khusus untuk menyampaikan aspirasi dari masyarat (feedback) pada pemerintah, ditambah pula dengan staff khusus yang menangani tanggungjawab ini. Di tahun 2012, sebagai tindak lanjut terhadap proses penampuangan aspirasi rakyat, dan juga sebagai bentuk modernisasi dari proses penampungan aspirasi, disediakanlah platform online yang secara khusus digunakan untuk menampung aspirasi rakyat. Platform tersebut dapat diakses dengan nama laman lapor.go.id;.

Data diatas adalah data jumlah aspirasi masyarakat pada pemerintah di tahun 2023 yang telah penulis cross-check kembali melalui sistem lapor.go.id;. Data tersebut menunjukkan jumlah pelaporan berada di angka 782,149 laporan. Sayangnya, kita tidak bisa menilai seberapa jauh aspirasi dari masyarakat yang telah terealisasi pada kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tolak ukur nyata yang pantas kita jadikan sebagai acuan hanyalah tolak ukur berupa kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah seperti UU Cipta Kerja, Omnibuslaw, dan lain sebagainya. Saya rasa, sangat penting rasanya pemerintah juga memberikan narasi penuh dalam merespon setiap aspirasi yang masuk. Setiap tahun, data pelaporan memang masuk, namun sampai dengan tulisan ini di publikasikan, proses aktualisasi atau realisasi dari pelaporan, hanya disampaikan secara normatif oleh para pejabat pemerintah. Seyogyanya, pemerintah dimasing-masing tingkatan (baik daerah maupun nasional) juga seharusnya memberikan penjelasan mengenai tindak-lanjut dari proses penanganan laporan tersebut? Untuk selanjutnya dalam melakukan pengukuran dalam hal Indeks Kepuasan Masyarakat?
Karena, Pelaksanaan survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) juga sudah ditetapkan di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara №14 tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan IKM Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Sebagai bentuk salah satu alat ukur untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap suatu layanan. Angka indeks yang didapatkan merupakan angka persepsi masyarakat terhadap layanan dari pemerintah yang mengukur tingkat kualitas pelayanan. Dengan kategori jawaban terdiri dari empat tingkat dari tingkat kurang baik diberi nilai 1 (satu) sampat dengan tingkat sangat baik dan diberi nilai 4 (empat).
Kemudian, data diatas adalah data yang penulis himpun juga melalui laman lapor.go.id. Terlihat, bahwa jumlah laporan terbanyak masuk dalam klasifikasi laporan “Pengaduan Tidak Berkadar Pengawasan”. Pengaduan tidak berkadar pengawasan disini maksudnya adalah pengaduan masyarakat yang isinya dapat mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif dan bermanfaat bagi perbaikan penyelenggara pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
Beberapa waktu belakangan ini, miris rasanya saya mendengar salah satu berita yang menginformasikan seorang guru ditengah proses seleksi kepegawaian dikenakan pungutan liar (pungli). Dari pernyataannya, guru muda tersebut melakukan pelaporan pada sistem lapor.go.id. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kategori dari kritik yang disampaikan oleh guru muda tersebut masuk dalam klasifikasi data diatas. Alih-alih mendapatkan respon positif dari pemerintah, oknum tersebut justru mendapat teguran?
Perlu digarisbawahi kembali, adanya pelaporan bukan justru untuk menyakiti pelapor, akan tetapi memperbaiki sistem dan/atau kebijakan tersebut untuk menjadi lebih baik. Padahal, pada intinya kepuasan pelayanan adalah salah satu tujuan yang harus dicapai seluruh penyelenggara pelayanan. Dengan begitu terbangun kepercayaan kepada pemerintah berikut pelayanan publik sebagai tugas utama pemerintah dapat terlaksana dengan baik.
Besarnya bentangan wilayah dan hirarki pemerintahan, multiple effect leadership adalah bentuk dari kepemimpinan berikutnya yang memiliki kesesuaian untuk diterapkan di Indonesia. Potensi dari adanya error pada pelaksanaan kebijakan dapat mungkin terjadi. Pernyataan ini bukan tanpa alasan, masih ada begitu banyak dari masyarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam mengakses layanan-layanan publik, seperti akses kesehatan, akses pendidikan, dan akses informasi. Untuk ulasan lebih lanjut, sebelumnya saya pernah membuat tulisan bertajuk “Digital Transformasi yang Pancasilais” (Pancasilaist Digital Transformation) (https://gamasyahid.medium.com/pancasilaist-digital-transformation-3c42180221ff) .
Dengan menerapkan konsep multiple-effect leadership. Hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya kolaborasi masyarakat Indonesia (atau kalau menggunakan istilah bahasa tempo dulu, kita akan semakin semangat bergotong-royong dalam membangun kemajuan bangsa). Bentangan wilayah yang begitu luas, sudah barang tentu membutuhkan kesamaan niat untuk maju bersama-sama menjadi lebih baik. Disinilah perlunya kepemimpinan yang bisa berperan banyak dan memberikan pengaruh yang juga banyak. Sangat penting untuk memantik semangat kolaborasi untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan bersama. Negara-negara yang sudah diakui maju-pun, juga memiliki karakteristik yang sama, yaitu semangat kolaborasi yang tinggi. Semangat kolaborasi mereka tercermin dari bagaimana mereka membuka kerjasama dengan berbagai negara. Kita mungkin bisa melakukannya, namun alangkah baik apabila kita juga memupuk kolaborasi yang kuat antarsesama warga negara juga.
Komitmen pemerintah sebagai barisan terdepan dalam memberikan kebijakan yang mengarah pada kesejahteraan umum, tentunya selalu diharapkan oleh rakyat. Kepercayaan dari masyarakat luas, menjadi amanah yang harus di emban dengan menunjukkan kerja sepenuhnya untuk masyarakat. Mindset dan karakter infinity works, harus sama-sama diterapkan oleh para pejabat negara disemua tingkatan, bahkan lebih jauh juga kepada pribadi-pribadi rakyat Indonesia. Infinity works adalah bentuk dari sikap kerja berdedikasi penuh pada tanggungjawab-tanggungjawabnya. Sehingga, kesejahteraan dapat diraih dengan simultan. Para aparatur negara dan wakil rakyat, adalah petugas masyarakat umum, sudah selayaknya menunjukkan sikap mengayomi masyarakat, dan masyarakat tentu mengharapkan bagaimana para petugas-petugas ini mendengar suara rakyat dan juga merespon tantangan-tantangan dunia. Karena saya-pun juga telah meyakini, masyarakat di era seperti sekarang ini sudah dapat melakukan penilaian tingkat pelayanan publik sesuai dengan peraturan dalam Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).
Akhir kata, kepemimpinan yang mencerahkan dimaksudkan penulis disini, juga sebagai bentuk pengingat bagi penulis sendiri. Kepemimpinan sudah barang-pasti akan diwariskan oleh setiap insan, baik dalam waktu dekat maupun lambat. Kepemimpinan adalah bentuk tanggungjawab penuh dalam mengakomodir diri sendiri dan juga mengakomodir masyarakat yang telah memberikan amanah dan masyarakat yang dipimpinnya dengan menjunjung tinggi asas demokrasi sebagai bentuk sistem pemerintahan yang telah kita sepakati. Sehingga, baiknya kualitas kepemimpinan dan pemerintahan menurut penulis disini adalah kepemimpinan yang menerangi ditengah kegelapan. Kepemimpinan yang pantas dijadikan sebagai role-model untuk diikuti oleh masyarakat di berbagai kelas.
(Bersambung)
Jakarta, 15 Mei 2023
Muhammad Panatagama Syahid
Dept. Politk & Pemerintahan DPN Bintang Muda Indonesia
Originally published at https://bintangmudaindonesia.id on May 15, 2023.