Klasifikasi Struktur pada Bangunan Gedung
Di edisi jurnal saya kali ini, saya ingin membagikan salah satu pengalaman ketika mengerjakan salah satu proyek bersama perusahaan swasta di sektor konsultan perencana. Posisi saya saat itu merangkap sebagai drafter atau juru gambar dan sekaligus sebagai insinyur struktur. Projek yang kami tangani saat itu berupa audit bangunan tua yang sudah dibangun sejak tahun 1980-an (saya sedikit lupa untuk detail tahunnya. Detailnya ada di report yang saya berikan ke perusahaan untuk selanjutnya diteruskan ke client). Bangunan yang diaudit merupakan bangunan salah satu pabrik otomotif di daerah Jakarta Utara. Ketika pertama kali sampai di site-area, terus terang.. kaget. Cat bangunan sudah banyak yang tertutup oleh debu-debu, rumah laba-laba ada disana-sini, beberapa lampu yang menerangi-pun sudah banyak yang mati. Dibanding bangunan pabrik, bangunan ini lebih mirip bangunan berhantu menurut saya. Tapi anehnya, aktifitas masih hiruk-pikuk. Truck-truck berlalu-lalang, container-pun juga berlalu-lalang. Laksana permasalahan hidup, sibuk bener.
Sebagai seorang drafter, saya langsung menghela nafas panjang. Bangunan ini masuk dalam klasifikasi penyakit proyek nomer 14 dalam kamus saya. Bikin mabuk kayang kepalamu. Bagaimana tidak, bracing ada yang copot sana-sini, ada yang ditambal sana-sini, ada yang ditambahkan sana-sini, semuanya seolah sana-sini. Dan sebagai drafter ditambah pula sebagai analis perilaku strukturnya, ya.. gimana ya.. setiap bagian harus dimodelkan dengan teliti. Ada-ada aja hidup, demi ngopi di starbuck gini amat ya bund ya. 😊
Singkat cerita, dipimpin oleh project lead dan supervisor, melangkah lah kami masuk di tahap awal audit bangunan ini. Langsung sat-set nge-draw. Kita mulainya dari simple dulu kawan, yang penting ter-cover (most important thing when you do something complicated. Make it simple as possible). Hari kedua, kami masuk untuk melakukan pengumpulan data-data bangunan. Pengumpulan ini ada berbagai macam, serta menggunakan alat-alat pengukuran yang juga bermacam-macam. Seperti melakukan pengumpulan data eksisting frame baja menggunakan thickness gauge, mengaudit bagian-bagian struktur yang mengalami keropos dan karat..
(bukan termasuk jomblo karatan tapi..)
… hingga memperhitungkan bracing-bracing yang copot atau sisa setengah .___.
Kalau kalian sedikit bingung apa itu bracing, bracing adalah salah-satu bagian struktur yang pernah penulis bahas di salah satu tulisan berjudul “Lorem ipsum”.
Nah, semua data-data sudah terkumpul, kini saatnya masuk tahap pemodelan keseluruhan elemen bangunan. Eits, disinilah sempat tersirat rasa penasaran pada benak penulis yang saat itu merangkap sebagai sang drafter dan juga struktur engineer. Apakah memungkinkan nanti pemodelan di-include-kan semua dari struktur bawah dan struktur atas hingga akhir?
Maksudnya biar sat-set.. bukan begitu?
Biar ga capek, bukan begitu?
Biar bisa geser ke aktifitas lain?
Jawabannya.. mari kita bahas satu persatu ya insinyur muda, atau para pecinta dunia ke-insinyur-an.
“Pada dasarnya, struktur bangunan memang satu kesatuan. Dibangun dari tahap dasar seperti fondasi-nya kemudian berlanjut pada badan bangunan hingga ke atap bangunan, diikuti dengan furniture-furniturenya dan seterusnya”.
Struktur Bawah
Struktur bawah adalah bagian dari struktur yang tidak terlihat secara kasat mata, jika kita melihat bangunan secara utuh. Struktur bawah biasanya ada pada bagian tanah. Contoh dari struktur bawah adalah adanya fondasi bangunan rumah atau gedung. Kemudian, fondasi pun memiliki banyak ragamnya, mulai dari fondasi menerus, fondasi umpak, fondasi berbentuk pile atau pancang, fondasi cakar ayam, hingga fondasi berbentuk raft atau serupa karpet/tikar.
Struktur bawah memang banyak berkaitan dengan elemen tanah, karena ya sejauh ini bangunan melayang masih belum ada. Dan sejauh ini, ini yang paling jauh dalam aspek perencanaan struktur bangunan.
Mungkin ada yang bertanya-tanya, lantas bagaimana dengan struktur infrastruktur jembatan? Atau jalan layang?
Jawabannya masih sama, bagian dari semua infrastruktur tersebut pada dasarnya membutuhkan fondasi untuk menopang diri mereka pada struktur bangunan. Oleh karenya, setiap fondasi secara otomatis masuk dalam klasifikasi struktur bawah seperti yang penulis sampaikan. Variabel yang bekerja pada struktur bawah ada berbagai macam, namun yang paling utama adalah sifat mekanis dari tanah. Beban-beban yang diperhitungkan dalam perencanaan pondasi adalah nilai momen-momen dan gaya geser yang bekerja sesuai hasil output dari perhitungan struktur atas.
Pemisahan ini didasarkan pada variabel-variabel yang bekerja pada struktur tersebut. Karena perbedaan variabel-variabel yang bekerja inilah, sehingga perilaku struktur nya pasti akan berbeda nantinya, termasuk dalam proses analisis dan pengambilan keputusannya.
Struktur Atas
Kemudian, kini kita berlanjut pada struktur atas. Kita beralih ke Struktur atas, struktur atas sendiri terdiri dari bagian badan bangunan dan/atau rangka bangunan. Struktur atas ini terdiri dari tembok (wall), kolom, balok (beam), hingga trusses atau kerangka penutup atap. Sehingga dapat disimpulkan, struktur atas adalah struktur yang membentuk dari bangunan itu sendiri, dan dapat kita lihat secara langsung secara kasat mata pada bangunan rumah atau gedung.
Akan tetapi, dalam hal melakukan analisis perilaku struktur bangunan. Kita harus memisahkannya menjadi dua bagian utama yang telah dijelaskan diatas.
Apakah memungkinkan dilakukan pemodelan dengan menggabungkan struktur bawah dan juga struktur atas? Jawabannya adalah tentu. Karena baik struktur atas dan juga struktur bawah dapat dimodelkan. Namun dalam proses analisis, akan sedikit menyulitkan karena variabel yang bekerja pada struktur bawah dan atas berbeda-beda.
Setelah memasuki hal mendasar dari pemecahan bagian pola struktur pada bangunan, tahap selanjutnya adalah memasuki proses analisis.
Dalam melakukan analisis, alur kerja-nya hampir sama seperti yang dijelaskan pada gambar berikut:
Dari alur kerja diatas, dapat disimpulkan juga bahwa dalam proses analisis dan pemodelan pada aplikasi analisis juga harus dipisahkan. Dalam perhitungan manual, setiap elemen-elemen struktur biasanya diperhitungkan secara terpisah-pisah, seperti mulai dari pondasi, kemudian kolom, balok-balok yang bekerja, hingga pelat (slab) nya juga diperhitungkan secara terpisah. Akan tetapi, dengan perkembangan teknologi yang semakin mutakhir dan masuknya komputasi. Proses analisis kini menggunakan sistem komputasi. Dengan menggunakan sistem komputasi ini juga, kita dimudahkan karena dapat melakukan pemodelan secara komprehensip. Pemodelan bangunan atau elemen struktur dapat dimodelkan dari elemen struktur bawah hingga struktur atas dalam satu kesatuan.
Tapi apakah bisa dianalisis?
Jawabannya, beberapa elemen tetap harus dipisah, terutama antara struktur bawah dan struktur atas. Mengapa demikian? Karena kembali lagi pada definisi awal dan juga beban-beban yang bekerja pada setiap elemen. Struktur bawah diperhitungkan berdasar pada variabel mekanis tanah dan nilai dari struktur atas yang harus diakomodir oleh struktur bawah, seperti nilai torsi, gaya, dan juga momen-momen yang bekerja.
Berikut adalah salah satu contoh proses analisis perencanaan pondasi yang penulis ambil dari salah satu platform belajar bersama:
Sedangkan, apabila kita masuk dalam tahap analisis struktur atas, maka nilai perhitungan harus mengkoderasi setidaknya seperti:
Beban Mati
Beban mati adalah beban yang ditafsirkan sebagai beban dari bangunan itu sendiri. Analogi sederhananya adalah beban mati ini adalah total beban dari dimensi kolom, pembesian yang digunakan, balok yang digunakan, hingga terbentuknya bentuk bangunan. Keseluruhan elemen ini dihitung beratnya. Pada umumnya, apabila analisis dilakukan menggunakan software-based modelling, maka beban mati akan otomatis diperhitungkan. Oleh karena itu, kesalahan pada perhitungan beban mati sangat minim terjadi apabila modelling pada aplikasi sudah sesuai atau tidak terjadi error.
Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang bekerja pada bangunan dengan klasifikasi dinamik. Beban hidup yang bekerja pada bangunan atau struktur dapat berbagai macam bentuknya. Seperti: berat manusia yang nantinya akan menggunakan gedung tersebut. Kemudian, berat furniture atau benda-benda yang akan diletakkan pada bangunan tersebut.
Beban Angin
Sesuai Namanya, beban ini adalah beban angin dimana struktur bangunan dibangun. Beban angin sangat diperhitungkan apabila tinggi bangunan sudah mencapai diatas 5 lantai. Karena, beban angin yang diterima sudah dapat disimpulkan cukup tinggi. Untuk kebutuhan data angin yang tepat, dapat diambil dari data BMKG di Indonesia, atau dapat juga dilakukan pengukuran langsung kecepatan angin yang bekerja di tempat infrastruktur tersebut menggunakan anemometer atau lainnya.
Beban Hujan
Indonesia sebagai negara tropis memiliki dua macam musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Hujan yang jatuh ke atap bangunan sangat perlu disimulasikan, karena hujan dapat memberikan tambahan beban pada bangunan.
Beban Salju
Di negaara-negara beriklim subtropics yang pada umumnya mengalami empat musim, musim dingin, semi, gugur, dan panas. Ketika terjadi musim dingin, dominannya akan turun salju. Salju yang turun akan memberikan beban tambahan pada bangunan, terutamanya pada struktur atap (atas). Sehingga beban salju sangatlah diperhitungkan.
Beban Air Laut
Beban air laut biasanya turut diperhitungkan apabila suatu bangunan direncanakan pada daerah yang berada di pesisir atau terkena serangan ombak secara terus-menerus. Contohnya dalam perencanaan Mercusuar.
Beban Seismic
Di Indonesia, yang notabane-nya merupakan bagian dari wilayah gunung aktif dan perseteruan dua lempeng tektonik, menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi gempa yang sangat tinggi. Untuk itu, beban seismic atau beban gempa sangat perlu diperhitungkan. Sehingga bangunan tetap kokoh berdiri dalam angka yang menjadi standar atau ketentuannya.
Dari semua variabel-variabel tersebut, hasil akhirnya adalah nilai-nilai yang dijadikan sebagai acuan dalam merencanakan pondasi sebagai penopang bangunan dan terakhir nilai-nilai yang kemudian dicocokkan pada standarisasi yang berlaku di suatu negara. Proses pencocokan standarisasi ini diperlukan, guna memenuhi persyaratan suatu bangunan berdiri di suatu wilayah teritori. Sebagai contoh di Indonesia, kita perlu mencocokkannya dengan standar-standar bangunan yang berlaku di Indonesia yang memiliki berbagai macam standarisasi dan terangkum dalam istilah Standar Nasional Indonesia (SNI).
Helm sepeda motormu saja perlu yang SNI kan? Begitupun rumah hingga gedung-gedung pencakar langit, juga perlu Namanya SNI.